Advertisement

Responsive Advertisement

PESANTREN DAN TASRIF AMTSILATI (kritik atas asal kata "kafir" oleh ulama kamuflase)

PESANTREN DAN TASRIF AMTSILATI 
(kritik atas asal kata "kafir" oleh ulama kamuflase)


mengintip bilik-bilik pesantren di Indonesia, rasanya akan sangat menarik jika sejenak menyelidik masuk menyelinap ke dalam nadi pembelajaran ilmu keagamaan di dalamnya. bagaikan suatu hidangan lezat, terdapat berbagai menu pembelajaran ala pesantren. ada fiqih, ada tauhid, ada akhlak, ada hadits, ada tafsir, dan masih banyak yang lain. lebih menariknya lagi, semua pembelajaran ilmu tersebut tersaji dalam berbagai manuskrip-manuskrip ulama yang biasa dikenal dengan kitab turats alias kitab kuning (bukan karena warnanya kuning yaa..heheh).

namun sadarkah?
untuk dapat memahami kitab turats tersebut, perlu adanya suatu alat dasar yang dapat digunakan untuk menjadi suatu penghantar. bagaikan makanan berupa nasi, perlu satu alat seperti sendok untuk digunakan dalam mencomot (mengambil) nasi tersebut. maka dalam pembelajaran ilmu-ilmu di pesantren pun perlu suatu alat yang disebut dengan "Ilmu Alat". dikatakan ilmu alat sebab kehadirannya merupakan sesuatu yang digunakan untuk memahami ilmu-ilmu tersebut.

ilmu alat yang digaungkan tersebut tidak lain adalah : NAHWU dan SHARAF. ibarat sebuah keluarga, Nahwu adalah Bapak, sedangkan Sharaf adalah Ibu. bagaimana untuk memahami anak-anak jika tidak bertanya kepada ayah dan ibunya..heheh


itulah pentingnya ilmu nahwu dan sharaf sebelum memahami berbagai ilmu yang lain, apalagi metode pembelajaran yang digunakan selalu berkaitan dengan kitab turats yang tidak memiliki harakat.

Akan tetapi, satu fenomena yang sangat menyentuh mata hati dan serasa ingin menangisi fenomena tersebut, kini telah muncul segelintir atau sekelompok orang yang berpakaian ala ulama mahir (pandai), Alim (arif) dengan mengatas namakan anggota ulama di negeri ini, namun serampangan dalam mentasrif satu kata yaitu "KA-IR". dalam videonya tersebut, dengan pede mengatakan kata kafir berasal dari kata "kafara - yukaffiru - kufron". adalah sebuah kedunguan jika dengan gumede berpenampilan menarik namun serampangan dalam memberikan suatu hidangan yang katanya "dakwah". adalah suatu musibah jika seseorang itu tidak mengetahui bahwa dirinya itu tidak tahu. masih mending jika seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu. masih akan ada rasa tahu diri dalam diri orang tersebut.

jika ditilik dalam setiap lembar kitab "Al-Amtsilah At-Tashrifiyyah" maka kita akan menemukan jawaban yang benar terkait asal kata "kafir".

jika mengikuti wazan "fa-aa-laa, yaf-'uu-luu" ('ain pada fiil madhi dibaca fathah, dan 'ain pada fiil mudhore dibaca dhomah) alias masuk dalam bab 1 tashrif istilahi, maka kata "Kafir" yang benar adalah dari kata "kafara-yakfuru-kufran" dan bukan "kafara-yukaffiru-kufron".

tasrif tersebut akan sangat berbeda jika di sandarkan pada wazan fi'il tsulatsi mazid biharfin (ketambahan satu huruf) yaitu seperti contoh "Kaffara" ('ain bertasydid), maka tasrfnya pun akan berubah menjadi (Kaffara-Yukaffiru-Takfiiran).

rasanya harus berbenah diri jika seseorang yang tidak memiliki keilmuan yang dimaksud namun sudah berani berbicara ilmu yang dimaksud.
bukan malah mendapat kebenaran, yang ada justru mendapat kesesatan dan kesalahan fatal.

lebih baik berpenampilan seperti santri dengan pakaian sarungan peci hitam, dari pada berpenampilan menarik bagaikan seorang nabi dengan jubah putih dan imamah putih namun serampangan dan gumede.

Posting Komentar

0 Komentar