Advertisement

Responsive Advertisement

KAJIAN SOSIOLOGI: MASJID DAN BAKUL KERAMAT

MASJID DAN BAKUL KERAMAT
Oleh: Restu Budiansyah Rizki

perbedaan prespektif keagamaan dan politik di Indonesia nampaknya telah memompa energi perseteruan antar masyarakat. kini agama dan politik telah mekar menunjukkan jati dirinya. jika perpolitikan golongan A beragamakan A, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat yang beragama A akan memilih berpolitik ala A. hal tersebutlah yang kiranya harus digelitik dengan beberapa rangsangan defensif agar kelak tali persaudaraan tanpa memandang background menjadi satu tali penuh yang tak mudah retas. 
dalam hal ini, Indonesia sebagai negara yang kaya akan keberagaman penduduknya, suku, agama, dan, ras, akan sangat rentang terjadi pergolakan jika dipantik dengan sepercik api perseteruan. dalam hal keagaaman dan perpolitikan sendiri, Indonesia pernah merasakan atmosfir pergolakan dahsyat antar masyarakat yang bercokol dari beberapa kelompok, diantaranya:
  1. kelompok Islam (Penyembah Allah)
  2. kelompok Towani Tolotang (Penyembah Dewata Seuwae)
  3. kelompok Tolotang Banteng (mengaku Islam, namun tidak melaksanakan ritual keIslaman)
fenomena yang terjadi antar 3 kelompok tersebut, nampaknya harus menjadi ibrah yang sangat berharga melebihi emas apapun. pasalnya, ke tiga kelompok tersebut pernah menyelami dunia sikat kanan-sikat kiri di masa silam karena di dorong paham fanatisme keagaamaan dan politik. lebih lanjut, dalam lini perbedaan yang memantik perseturuan, Atho Mudhar dalam penelitiannya menemukan beberapa bibit perseteruan antar masyarakat yang terjadi dalam 4 sisi, diantaranya:
  1. masalah perkawinan
  2. memakan makanan beda kepercayaan
  3. upacara kematian, dan
  4. pendidikan khusus
perkawinan dalam adat ketiga kelompok tersebut sangat memiliki corak kamar pembahasan tersendiri. di mana, mereka sepakat bahwa perkawinan haruslah dalam satu kepercayaan, dan tidak mentolerir adanya perkawinan beda kepercayaan. dalam hal makanan, ketiga kelompok pun memiliki kamar tersendiri dalam membahas adat tersebut. bahwa individu dalam satu kelompok tidak boleh memakan sesembelihan yang dihidangkan kelompok lain. begitupun masalah kematian, mereka kekeh dengan adat-istiadat yang dipegang. dan nampaknya pendidikan pun turut serta dalam perseteruan,orang islam harus menempuh pendidikan Islam. dan towani tolotang harus menempuh pendidikan towani tolotang, begitu juga tolotang benteng yang tidak boleh menempuh pendidikan kecuali dengan pendidikan tolotang benteng.

bagaimanapun perbedaan dapat menelurkan pergolakkan, namun ada saatnya perbedaan tersebut menemukan titik keharmonisan dan ittihad antar masyarakat yang terjadi karena persamaan dalam pilihan politik. politik dalam penelitian Atho Mudhar telah menempatkan dirinya sebagai pionir terbangunnya persatuan antar kelompok Islam, Towani Tolotang, dan Tolotang Benteng. 
dari penelitiannya, Atho Mudhar telah sampai pada kesimpulan bahwa: 
  1. Perbedaan Antar 3 kelompok tersebut telah menimbulkan konflik sosial. Walaupun berbeda intensitasnya. Konflik antara Islam dan Towani Tolotang lebih keras daripada konflik antara Islam dan Tolotang Benteng atau antara Towani Tolotang dan Tolotang Benteng. 
  2. Fenomena integrasi sosial antar 3 kelompok mulai terlihat saat menjelang pemilu 1971, Yang secara kebetulan kelompok Towani Tolotang masuk dalam barisan Golkar sedangkan di sisini lain Tolotang Bentengpun demikian. 
  3. Terjadinya konflik dalam segi kepercayaan dan pandangan yang masing-masing berbeda konsep, sejarah asal-usul, aturan keagamaan tentang makan, perkawinan, penyelengaraan pendidikan, bekas adanya konflik pimpinan, kecurigaan. Sedangkan terjadinya integrasi dilihat dari segi kepercayaan tentang gunung lowa, kekayaan kebudayaan lama, pendidikan dalam arti umum, pertanian, politik, kekerabatan, lingkungan alam, dll. 
Dalam hal ini aspek politik sama sama menjadi segi adanya konflik dan integrasi sosial. Faktor Konflik antara kelompok Islam dan Towani Tolotang berawal dari soal keagamaan (upacara kematian, 1994) yang kebetulan menyangkut harga diri kelompok Towani Tolotang yang tidak mau dilaksanakan dengan cara Islam. Kemudian berlanjut saat tertunjang dengan Faktor Politik pada masa pemberontakan DI/TII, yang secara kebetulan Pemuda Islam ada yang terlibat di dalam DI/TII sedangkan kelompok lain bersama TNI berusaha Menumpas DI/TII dan G30S/PKI. konflik antara Islam dan Tolotang Benteng tampak saat G30S/PKI. Sedangkan konflik antara Towani Tolotang dan Tolotang Benteng juga bermula tahun 1944 yaitu saat menepati atau tidak menepati janji mereka dengan Raja Sidenreng La Cibu tentang penyelenggaraan perkawinan dan kematian secara Islam, dengan Towani Tolotang lebih menolak jika dilaksanakan dengan cara islam. Konflik antar 3 kelompok lebih radikal tatkala terdapat operasi “Malilu Sipakaenga” yang berusaha menghilangkan semua kegiatan penyembahan terdapat kuburan Towani Tolotang, dan sumur-sumur kepercayaan Tolotang Benteng. Dan itu banyak terjadi saat penumpasan G30S/PKI. Konflik dikatakan radikal sebab menyangkut doktrin keagamaan yang saling menolak satu sama lain serta faktor politik sekaligus. 
Di samping Faktor Konflik, Faktor integrasi yang ditimbulkan juga karena adanya persamaan pandangan politik yang mana Towani Tolotang juga ikut masuk dalam barisan Golkar. 
Sehingga penelitian yang dilakukan Atho Mudhar dapat menarik hipotesa atau teori inti bahwa “Politiklah yang paling dominan dalam memunculkan konflik dan integrasi di desa Amparita”.

lebih lanjut...........


BACA JUGA: KAJIAN FENOMENOLOGI TRADISI ZIARAH KUBUR MASYARAKAT JAWA

Posting Komentar

0 Komentar